Rabu, 10 April 2024

Keunikan Pura Sekar: Sebuah Warisan Sejarah dan Spiritual di Tejakula

Pura Sekar, yang terletak di Desa Pakraman Tejakula, tepatnya di Banjar Dinas Tegal Sumaga, Buleleng, Bali, merupakan sebuah tempat suci yang penuh dengan sejarah dan nilai spiritual yang sangat dalam. Berada di dekat pantai, pura ini memancarkan nuansa yang sangat khas dengan keindahan alam sekitarnya. Dengan luas sekitar 16 are, pura ini disungsung oleh 462 kepala keluarga, menurut data tahun 2015. Selain itu, Pura Sekar juga menjadi tempat pemujaan bagi masyarakat Desa Pakraman Tejakula serta Krama Subak Carik Sri Dharma Tirta, yang menjadikannya pusat spiritualitas yang menyatukan masyarakat dari berbagai kalangan.

Pura ini memiliki keunikan yang sangat berbeda dari pura-pura lainnya, terutama yang terlihat dalam prasasti yang terbuat dari daun lontar. Prasasti ini menguraikan berbagai petunjuk mengenai waktu pelaksanaan piodalan, serta sarana upakara yang harus dipersembahkan oleh umat. Piodalan yang tertera dalam prasasti tersebut, misalnya, dilaksanakan pada hari Anggara Kliwon, atau Anggarkasih Prangbakat pada sasih Kapat, Kalima, Kanem, dan Kadasa, yang ditandai dengan berbagai ritual suci yang penuh dengan makna. Dalam setiap upacara, masyarakat juga memberikan berbagai jenis sarana upakara, seperti babi, sapi, kambing, kijang, landak, hingga trenggiling, yang semuanya memiliki simbolisme tertentu dalam ajaran Hindu Bali.

Namun, yang membuat Pura Sekar semakin menarik adalah berbagai upacara rutin yang dilaksanakan di sana, seperti upacara Pasangkepan setiap Anggarkasih, upacara Piodalan Alit pada setiap Anggarkasih Perangbakat, dan upacara Ngusaba Nangluk Merana yang dilaksanakan oleh Subak. Upacara-upacara tersebut bukan hanya menjadi sarana untuk memohon berkah, tetapi juga sebagai wujud penghormatan kepada leluhur dan alam semesta yang telah memberikan kehidupan bagi masyarakat sekitar.

Masyarakat Tejakula memiliki kepercayaan yang kuat bahwa Pura Sekar merupakan tempat berstana Ida Bhatara China, sebuah keyakinan yang kental dengan pengaruh budaya Tionghoa. Kepercayaan ini dapat dilihat dari berbagai bukti, seperti seperangkat pakaian khas China yang terdiri dari topi, baju, celana, sepatu, kacamata, hingga make-up sederhana yang ditemukan di dalam gudang pura. Bahkan, terdapat pula sepasang kursi goyang dan meja yang digunakan dalam upacara. Setiap kali ada upacara, suasana di Pura Sekar dipenuhi dengan lilin, kue, buah, rokok, permen, dan minyak wangi, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual di pura ini. Fenomena menarik lainnya adalah adanya orang yang kesurupan dan berbicara dalam bahasa China yang sangat fasih, menambah keunikan dan kedalaman spiritual yang ada di Pura Sekar.

Salah satu hal yang tidak kalah menarik di Pura Sekar adalah keberadaan empat Pelinggih utama yang menghiasi pura ini. Pelinggih-pelinggih tersebut adalah Ratu Ayu Jong Galuh, Ratu Bagus Subandar, Ratu Bagus Mas Petingan, dan Ratu Gede Serabad. Keberadaan Pelinggih ini mencerminkan pentingnya para leluhur dalam menjaga keseimbangan alam dan spiritualitas masyarakat Tejakula. Namun, ada satu pertanyaan besar yang muncul di sekitar Pura Sekar, yaitu tentang asal-usul baju, topi, kacamata, dan kursi bermotif China yang ditemukan di dalam pura tersebut. Siapakah pemilik terdahulu dari barang-barang tersebut? Jawabannya adalah Ratu Gede Subandar, salah satu tokoh penting yang pernah tinggal di sekitar pura ini.

Dalam sejarahnya, Pura Sekar juga pernah menjadi tempat digelarnya atraksi tradisional Barongsae, yang merupakan salah satu bentuk sesolahan atau pertunjukan yang mencerminkan kepedulian masyarakat terhadap barang-barang peninggalan masa lalu. Atraksi ini menjadi simbol kebersamaan masyarakat dalam merawat dan menjaga warisan budaya mereka. Pada bulan Mei 2019, Pura Sekar selesai direnovasi, memberikan wajah baru yang semakin memperkuat kedudukannya sebagai tempat yang sakral dan penuh sejarah.

Menurut Tutur penglingsir, Pura Sekar memiliki hubungan yang sangat erat dengan Subak Carik Sri Dharma Tirta dan Desa Adat Tejakula. Keterkaitan ini terlihat jelas dalam berbagai aktivitas yang dilaksanakan, seperti upacara dan pembangunan. Subak dan Desa Adat selalu terlibat dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan Pura Sekar, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Tejakula. Selain itu, dalam ilikita atau catatan sejarah yang ada, Pura Sekar juga disebutkan sebagai tempat yang diwajibkan bagi Krama Pura Sekar untuk melaksanakan upacara dan menyampaikan informasi kepada Subak saat piodalan dilaksanakan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik yang saling mendukung antara pura, masyarakat, dan subak dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan spiritual di desa tersebut.

Pura Sekar dengan segala keunikan dan kekayaan spiritualnya adalah cermin dari keberagaman budaya dan kepercayaan yang berkembang di Bali, khususnya di Tejakula. Setiap sudut dan ritual yang ada di pura ini mengandung makna yang sangat mendalam, mengajarkan tentang pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam, leluhur, dan sesama. Sebagai bagian dari warisan budaya yang hidup, Pura Sekar terus menjadi saksi bisu perjalanan panjang masyarakat Tejakula dalam menjaga dan merawat nilai-nilai spiritual yang ada.



















4 komentar:

Sukreni Ketut mengatakan...

Om SWastyastu, ampura niki. SAya lihat blog ini masih aktif, apa benar nama akun ini adaladh penulis aslinya?
.
Tulisan dalam blog ini sangat bagus sekali, apalagi bila dikembangkan lebih detail. Suksma.

Made Budilana. mengatakan...

Penulisnya adalah saya sendiri berdasarkan wawancara ringan dengan orang-orang yang mengetahui latar belakang pura Sekar. Nama saya adalah Made Budilana. Nama Blog yang saya buat adalah Pura Tejakula sebuah Blog yang mengulas tentang pura yang berada di Tejakula atau sekitarnya.

Anonim mengatakan...

om swastiastu,ampura niki tiang metaken napi pembahasan Pelinggih Ratu Gede Seraban nike?

Made Budilana. mengatakan...

Pelinggih ratu gede serabad adalah stana dari dalem mekah