Pura Ratu Gede Sambangan merupakan salah satu pura Dangka yang terletak di desa Pakraman Tejakula, tepatnya di Banjar Dinas Tengah, Tejakula, Buleleng. Pura yang berada di kaki bukit ini bukan hanya menjadi tempat persembahyangan yang penting bagi umat Hindu di sekitarnya, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan kebudayaan yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Pura ini disungsung oleh sekitar 1300 kepala keluarga, sebagian besar dari mereka berasal dari masyarakat Tejakula. Sebagai pusat spiritual yang penting, pura ini memiliki peran besar dalam kehidupan religius masyarakat desa. Salah satu momen yang sangat dinantikan oleh umat adalah Piodalan, yang jatuh pada setiap Anggarkasih Prangbakat, sebuah perayaan penting yang dirayakan dengan penuh khidmat dan makna.
Piodalan di Pura Ratu Gede Sambangan selalu menjadi perayaan yang meriah, dimana selama tiga hari penuh, masyarakat melaksanakan berbagai ritual dan upacara. Salah satu bagian yang paling dinanti adalah pertunjukan Tarian Wayang Wong yang digelar dari puncak Piodalan hingga hari Nglebarang. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam, sebagai bagian dari penghormatan kepada dewa-dewi yang disembah di pura tersebut. Selain itu, bagi umat yang memiliki ritual Nawur Sangi, mereka dapat melaksanakan persembahyangan setiap Purnama di pagi hari di pura ini, menjaga tradisi spiritual yang diwariskan turun-temurun. Di samping itu, Pura Ratu Gede Sambangan juga menyelenggarakan Piodalan Alit setiap Anggarkasih, yang merupakan upacara keagamaan yang lebih kecil namun tetap sangat penting bagi masyarakat sekitar.
Pura ini diyakini oleh masyarakat Tejakula sebagai tempat berstana Ratu Gede Sambangan, sosok yang dianggap sebagai pelindung dan penjaga umat manusia dari berbagai mara bahaya. Nama “Sambangan” sendiri berasal dari kata “Sambang,” yang dalam Bahasa Indonesia berarti “menjaga.” Dengan demikian, Ratu Gede Sambangan dipercaya sebagai dewa yang selalu menjaga dan melindungi umatnya dari segala bentuk kesulitan dan ancaman. Kepercayaan ini memperkuat ikatan spiritual masyarakat dengan pura, menjadikannya pusat perlindungan dan doa.
Secara arsitektural, Pura Ratu Gede Sambangan memiliki konsep Tri Mandala yang sangat khas. Konsep ini terdiri dari tiga area utama, yakni Jeroan atau Utama Mandala, Jaba Tengah atau Madya Mandala, dan Jaba Sisi atau Kanista Mandala. Di Utama Mandala, yang merupakan bagian paling sakral dari pura, terdapat pelinggih-pelinggih untuk stana Ratu Gede Sambangan, Ratu Gede Srenggi, dan Ratu Gede Mas Mecrancang Kawat. Ini adalah tempat utama yang digunakan untuk memuja dewa-dewi, dan di sini umat memusatkan perhatian mereka untuk memohon berkah dan perlindungan. Sementara itu, di Jaba Tengah, yang berada di sebelah timur, terdapat patung Ratu Gede Sambangan yang didampingi oleh patung harimau dan patung monyet, yang menjadi simbol kekuatan dan keberanian. Di sisi barat, patung Ratu Gede Penyarikan berdiri dengan gagah, didampingi oleh patung sapi putih, yang melambangkan kesucian dan ketulusan.
Jaba Sisi, yang terletak di sisi lain pura, memiliki peran yang unik dalam kegiatan budaya. Di sini, pada sore hari, diselenggarakan tari Wayang Wong yang memukau, diikuti dengan Tari Rejang Renteng pada malam hari dan Tari Cendek yang penuh makna. Setiap tarian ini tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga sebagai sarana persembahan dan doa kepada para dewa. Selain itu, di sisi kiri dan kanan Jaba Sisi terdapat Bale khusus untuk Gong Gede dan Gong Cenik, yang digunakan untuk upacara musik tradisional sebagai bagian dari perayaan spiritual.
Pura Ratu Gede Sambangan telah mengalami beberapa kali renovasi untuk menjaga kelestariannya dan meningkatkan fasilitas yang ada. Sejak tahun 1997, pura ini telah mengalami renovasi total, termasuk pembangunan candi, pelinggih, patung, serta pagar pura dengan konsep ukiran pasir hitam yang khas. Renovasi ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi umat yang datang beribadah. Renovasi berikutnya dilakukan pada tahun 2014, di mana areal untuk pertunjukan tari Wayang Wong diperluas, serta dibangun Bale Gong dengan menggunakan teknik dak, sebuah inovasi yang memberikan nuansa tradisional yang lebih kuat pada ruang-ruang di dalam pura.
Salah satu aspek unik dari Pura Ratu Gede Sambangan adalah sistem pembagian benang Tridatu kepada para bhakta atau pemedek yang datang untuk sembahyang. Sistem ini hanya ada di pura ini, dan tidak ditemukan di pura-pura lainnya di Tejakula. Benang Tridatu ini dianggap sebagai simbol dari keberkahan dan perlindungan, dan dibagikan kepada setiap orang yang telah menjalani ritual persembahyangan. Ini merupakan salah satu tanda kebesaran spiritual dan rasa solidaritas yang erat antara umat dengan para dewa yang disembah di pura ini.
Pura Ratu Gede Sambangan bukan hanya sebuah tempat ibadah, tetapi juga pusat kebudayaan yang menyatukan masyarakat Tejakula dalam harmoni dan ketenangan. Keberadaan pura ini menggambarkan betapa eratnya hubungan antara umat manusia dengan alam semesta, dengan leluhur, dan dengan kekuatan spiritual yang diyakini ada di setiap sudutnya. Setiap tarian, setiap doa, dan setiap langkah yang dilakukan di pura ini bukan hanya sekadar rutinitas, melainkan sebuah wujud dari rasa syukur, penghormatan, dan permohonan perlindungan dari kekuatan yang lebih besar. Dengan segala keindahan dan keunikan yang dimilikinya, Pura Ratu Gede Sambangan tetap menjadi tempat yang penuh makna dan selalu dihormati oleh masyarakat Tejakula dan sekitarnya.
.
2 komentar:
Siapakah ratu gede sambangan?apa keturunan raja ?adakah cerita mitologis atau historis yang menceritakan hal tersebut,trimkasih
Ratu Gede Sambangan adalah nama dewa yang berstana di pura Ratu Gede Sambangan desa Tejakula menurut kepercayaan masyarakat Tejakula. Apakah keturunan raja? Saya kurang tahu karena dalam sejarah tidak disebutkan ada raja yang bergelar Ratu Gede Sambangan. Sampai saat ini belum ditemukan cerita mitologis dan historis tentang Ratu Gede Sambangan.
Posting Komentar