Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Kisah Hubungan Desa Sukawana dan Tejakula.

Saya selalu penasaran dengan hubungan sejarah antara desa Sukawana dan Tejakula. Namun, meskipun sering mendengar cerita-cerita lisan dari berbagai sumber, saya belum menemukan penjelasan yang benar-benar jelas. Hingga suatu hari, sebuah kejadian tak terduga memberikan saya kesempatan untuk menggali lebih dalam tentang hubungan antara kedua desa ini. Saat itu, saya sedang bepergian dari Tejakula menuju Denpasar untuk mencari pekerjaan. Seperti biasa, saya mengendarai motor, menembus jalanan yang berliku di sepanjang jalur Lateng-Kintamani. Namun, tak lama setelah saya melewati desa Lateng, hujan turun dengan sangat lebat, membuat perjalanan saya semakin sulit. Badan saya pun basah kuyup, tubuh menggigil kedinginan, dan yang lebih sialnya, saya juga digonggong anjing oleh beberapa ekor yang tampaknya merasa terganggu oleh kehadiran saya. Meski begitu, saya terus melanjutkan perjalanan. Di tengah hujan yang semakin deras, saya merasa tubuh saya semakin lelah dan kedinginan. Saat itu, s...

Nama Nama Piodalan Khas Tejakula.

Sebelum saya membahas nama-nama Piodalan khas Tejakula, ijinkan saya terlebih dahulu membahas struktur pemerintahan desa adat Tejakula. Di Tejakula ada istilah Desa Negak yang artinya struktur pemerintahan desa adat tejakula yang berjumlah 22 orang diantaranya Jero Bendesa, Jero Penyarikan, Jero Bahu, dan 19 Semeton Desa. Di luar Desa Negak ada juga istilah Kelian Sampingan Kaler yang jumlahnya 6 orang, dan  Kelian Sampingan Kelod yang jumlahnya 6 orang juga.  Menurut penuturan para tetua di Tejakula, sebelum ada Kahyangan Tiga di desa Tejakula, Tejakula sudah memiliki Dang Kahyangan yang bernama pura Dangin Carik lalu disusul dengan pura Maksan. Makanya pura Dangin Carik adalah satu-satunya pura yang ikut menggelar upacara Dangsil dan Ngenemang. Mengenai nama nama Krama di Tejakula diantaranya Krama Pengastulan, Maksan Kaja, Umbul-Umbul Kaja dan Cendek. Setelah kedatangan Mpu Kuturan ke Bali atau setelah terciptanya konsep Kahyangan Tiga, barulah di Tejakula ada istilah Maksa...

Pura Ponjok Batu.

Gambar
Pura Ponjok Batu adalah salah satu pura suci yang terletak di pesisir pantai Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali. Pura ini memiliki makna mendalam dalam sejarah spiritual Bali, menjadi tempat persembahyangan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi umat Hindu, wisatawan, serta mereka yang ingin mencari kedamaian dan kesembuhan spiritual. Pura Ponjok Batu merupakan petilasan dari seorang tokoh suci, yaitu Danghyang Dwijendra, atau juga dikenal sebagai Danghyang Nirartha dan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, yang memiliki peran besar dalam perkembangan ajaran Hindu di Bali pada abad ke-16. Nama “Ponjok Batu” berasal dari kata “ponjok” yang berarti pojok atau sudut, dan “batu” yang berarti batu karang. Sesuai dengan namanya, pura ini dibangun di atas tanah berbatu yang berada di tepi pantai, memberikan pemandangan yang begitu indah dan megah dengan sentuhan alam. Pendirian pura ini erat kaitannya dengan perjalanan spiritual Danghyang Nirartha yang meninggalkan jejak spir...