Sabtu, 16 Oktober 2021

Tradisi dan Keagungan Pura Dangin Carik di Tejakula"

Pura Dangin Carik adalah salah satu pura Dangka yang terletak di Desa Pakraman Tejakula, tepatnya di Banjar Dinas Antapura, Tejakula, Buleleng. Pura ini memiliki sejarah dan makna yang sangat dalam bagi masyarakat setempat, terutama dalam hubungan spiritual mereka dengan para dewa yang mereka sembah. Pura Dangin Carik disungsung oleh empat Krama yang ada di Tejakula, yakni Krama Maksan Kaja, Pengastulan, Cendek, dan Umbul-Umbul Kaja. Keempat Krama ini bersama-sama menjaga dan merawat pura ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Piodalan, yang merupakan perayaan keagamaan yang rutin dilakukan di pura ini, biasanya digelar setiap Dangsil dan setiap Ngenemang, mencerminkan ikatan erat masyarakat dengan tempat suci ini.

Piodalan di Pura Dangin Carik selalu diramaikan dengan berbagai upacara dan kegiatan budaya, salah satunya adalah tarian Wayang Wong yang digelar selama dua hari, dari puncak Piodalan hingga hari Nglebarang. Tarian ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upacara, menunjukkan kedalaman spiritual masyarakat Tejakula dalam menghormati para dewa. Masyarakat Tejakula mempercayai bahwa di pura tersebut berstana beberapa Bhatara dalam kepercayaan mereka, antara lain Ratu Ngurah, Ratu Gede Pengastulan, dan Ratu Ayu Manik Galih, yang masing-masing memiliki peran dalam menjaga keseimbangan spiritual dan alam sekitar. Selain itu, di barat laut Pura Dangin Carik terdapat Pelinggih yang bernama Ratu Gede Penyarikan, yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat untuk upacara Mintonang, yaitu upacara untuk bayi yang sudah genap berusia tiga bulan.

Menurut mitologi yang berkembang di masyarakat Tejakula, Ratu Ngurah dikenal memiliki banyak serdadu atau Tameng yang setia menjaga dan melindungi. Serdadu atau Tameng ini kini direalisasikan dalam bentuk para penari Cendek, yang juga merupakan Krama di pura Dangin Carik dan pura Maksan. Keunikan Pura Dangin Carik terletak pada benda sakral yang dimilikinya, yang berfungsi sebagai penangkal hujan. Benda sakral ini terdiri dari gelang yang terbuat dari tembaga dan benda yang menyerupai Belakas. Pada saat Piodalan yang jatuh pada musim hujan, benda sakral ini digunakan untuk menangkis hujan, agar prosesi upacara dapat berlangsung dengan lancar dan khusyuk tanpa terganggu cuaca yang tidak menentu.

Pura Dangin Carik sendiri memiliki nama yang cukup unik, di mana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "Dangin Carik" diartikan sebagai sebelah timur persawahan. Nama ini merujuk pada posisi pura yang dulu memang terletak di sebelah timur persawahan, sebuah lokasi yang sangat penting bagi masyarakat agraris. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin pesatnya pembangunan perumahan di sekitar wilayah tersebut, kini sulit untuk membedakan mana yang merupakan persawahan dan mana yang merupakan perumahan. Hal ini mencerminkan perubahan signifikan yang terjadi di kawasan tersebut, meskipun Pura Dangin Carik tetap menjaga eksistensinya sebagai tempat persembahyangan yang sakral dan penting.

Dalam hal tata ruang, Pura Dangin Carik mengusung konsep Dwi Mandala, yang terdiri dari dua bagian halaman pura yaitu Jeroan dan Jaba Tengah. Jeroan adalah area tempat umat melakukan persembahyangan, sementara Jaba Tengah adalah area yang digunakan untuk menggelar tarian Wayang Wong dan berbagai aktivitas budaya lainnya. Pembagian area ini menunjukkan betapa pentingnya peran kesucian dan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat Tejakula, di mana setiap aspek kehidupan mereka saling berhubungan erat dengan tradisi dan kepercayaan yang ada.

Pada zaman dahulu, terjadi peristiwa banjir besar yang melanda kawasan sekitar Pura Dangin Carik, yang menyebabkan masyarakat Tejakula tidak dapat melaksanakan persembahyangan di pura tersebut. Sebagai solusinya, masyarakat setempat mendirikan pura Penyawangan Ratu Ngurah yang bernama Pura Maksan, yang memiliki tujuan untuk memfasilitasi umat dalam bersembahyang dan berdoa kepada Bhatara Ratu Ngurah. Dengan demikian, Pura Dangin Carik dan Pura Maksan saling melengkapi dalam memuja Bhatara Ratu Ngurah, sehingga umat dapat tetap menjalankan kewajiban agamanya dengan baik meskipun terjadi bencana alam yang menghalangi.

Selain sebagai tempat untuk memuja Bhatara Ratu Ngurah, Pura Dangin Carik juga memiliki Pelinggih yang merupakan stana dari Ratu Ayu Manik Galih, yang dipercaya sebagai salah satu kekuatan spiritual yang menjaga keseimbangan alam dan kehidupan. Ratu Ayu Manik Galih diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi masyarakat Tejakula, serta menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.